HUKUM
BEKERJA KEPADA NON MUSLIM DAN KIAT-KIATNYA
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Ustadz ... Sy muslimah yg jadi karyawati di sebuah perusahaan
yang memproduksi peralatan rumah tangga. Kebetulan perusahaan itu miliknya
orang non muslim. Apakah saya tetap boleh bekerja disitu? Apakah gaji saya juga
halal? Saya pernah dengar ada ceramah dr seorang ustadz yg bilang orang muslim
haram bekerja sama non muslim. Apa memang begitu? Mohon penjelasanya.
Jawaban:
Penanya
yang dirahmati Allah.
Secara
umum Islam membolehkan kaum muslimin bermuamalah dengan orang non muslim. Hal
ini didasarkan pada Hadits Nabi Saw. yang diriwayatkan dari Ibnu Abas Ra.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
أَصَابَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَصَاصَةٌ فَبَلَغَ ذَلِكَ عَلِيًّا فَخَرَجَ
يَلْتَمِسُ عَمَلاً يُصِيبُ فِيهِ شَيْئًا لِيُقيت بِهِ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- فَأَتَى بُسْتَانًا لِرَجُلٍ مِنَ الْيَهُودِ فَاسْتَقَى لَهُ سَبْعَةَ
عَشَرَ دَلْوًا كُلُّ دَلْوٍ بِتَمْرَةٍ فَخَيَّرَهُ الْيَهُودِىُّ مِنْ تَمْرِهِ
سَبْعَ عَشَرَةَ عَجْوَةً فَجَاءَ بِهَا إِلَى نَبِىِّ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم-.
Dari Ibnu Abbas, suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami kelaparan. Berita mengenai hal ini sampai ke telinga Ali Ra. Ali Ra. pun lantas mencari pekerjaan sehingga bisa mendapatkan upah yang bisa dipergunakan untuk menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ali mendatangi kebun milik seorang Yahudi. Orang Yahudi pemilik kebun itu meminta Ali untuk menimbakan air untuknya sebanyak 17 ember, setiap ember upahnya adalah satu butir kurma. Orang Yahudi tersebut meminta Ali untuk memilih 17 butir kurma Ajwah. Kurma-kurma tersebut Ali bawakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ibnu Majah no. 2446).
Dalam
hadits tersebut diceritakan bahwasanya Rasulullah Saw. tidak mengingkari apa
yang dilakukan oleh Ali Ra, bahkan Beliaupun kemudian memakan kurma yang dibawa
oleh Ali tersebut. Kalau apa yang dilakukan Ali Ra tidak boleh, tentu Nabi Saw
akan mengingkari atau menolaknya. Dari sini diambil hukum kebolehan
bermu’amalah dengan non muslim. (Lihat Al
Majmu’ Syarh Muhadzab 5/7 dan Al Mughni, 7/495)
Meskipun
hukum asalnya bekerja pada non muslim itu dibolehkan, Akan tetapi dalam
prakteknya tentu terdapat batasan-batasan yang mengaturnya.
Secara
detail, Hukum seorang muslim yang bekerja pada orang non muslim baik
perseorangan maupun perusahaan dibedakan sesuai dengan bentuk pekerjaan yang
dilakukan: [i])
(Lihat al Hawi al Kabir, 14/340)
Pertama:
Seorang muslim BOLEH bekerja kepada non muslim jika dalam pekerjaannya tidak terdapat
salah satu dari hal berikut:
-
Ada unsur khidmah (melayani)
terhadap kebutuhan non muslim.[ii]
) (lihat Hasyiah al Jamal, 3/456)
-
Terkesan dapat merendahkan
martabat orang Islam. [iii])
(lihat Fatawa Al Kubra, 3/147)
-
Penguasaan terhadap orang muslim.[iv]
) (Lihat al Hawi al Kabir, 14/340)
-
Mendukung kekufuran[v] (Lihat
Nihayat al Muhtaj, 5/274) atau kemaksiatan.[vi]
) (Lihat Is’adur Rafiq, 2/127)
Oleh
karena hukum bekerjanya diperbolehkan maka gaji yang diterimanya juga Halal.
Hanya saja hukum kebolehanya disertai kemakruhan
menurut madzhab Syafi’iyyah. (lihat Majmu’ Syrh Muhadzab, 9/359
dan Bujairomi, 2/176).
Sedangkan menurut madzhab Hanbali
sepakat membolehkan tanpa disertai kemakruhan.[vii]
(Lihat al Mughni, 7/495).
Kedua:
hukum HARAM seorang muslim bekerja pada orang non muslim yang mana dalam
pekerjaannya mengandung unsur – unsur diatas seperti menjadi pembantu rumah
tangga non muslim, pengasuh jompo non muslim dan lain-lain karena yang demikian
bisa merendahkan martabat seorang muslim. Apalagi sampai bekerja dalam urusan
peribadahan mereka maka yang demikian
jelas-jelas haram karena berarti ikut membantu perbuatan yang dilarang agama.
Dengan
merujuk pada hukum bekerjanya yang tidak dibolehkan maka status gajinya tentu
juga HARAM.
Sehingga jawaban
untuk pertanyaan saudari: “Apakah saya tetap boleh bekerja disitu?”
Jawabanya tentu
saja BOLEH karena pekerjaan yang saudari lakukan tidak termasuk dalam unsur
khidmah (melayani) langsung kebutuhan non muslim, tidak juga merendahkan
martabat saudari sebagai muslimah dan pekerjaan saudari tidak termasuk
pekerjaan yang haram.
“Apakah gaji
saya juga halal?” karena hukum
bekerjanya boleh maka status gaji saudari juga HALAL.
Hanya saja perlu
diperhatikan, bahwa saudari itu seorang wanita muslimah tentu ketika bekerja
harus memperhatikan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang wanita,
seperti membuka aurat, ikhtilath (bercampur) dengan laki-laki bukan muhrim
KIAT-KIAT
BEKERJA PADA NON MUSLIM
Seperti
dijelaskan diatas, bahwa hukum seorang muslim bekerja pada non muslim secara
umum dibolehkan, namun dalam prakteknya dibedakan hukumnya menurut bentuk
pekerjaanya. Oleh karena itu bagi seorang
muslim yang hendak bekerja atau sudah bekerja kepada non muslim sebaiknya memperhatikan kiat-kiat
berikut ini supaya dalam bekerja syah menurut syari’at dan halal penghasilanya
serta akidahnya dijauhkan dari hal-hal yang dapat merusaknya.
1.
Hindari pekerjaan yang mengandung
unsur melayani (khidmah) kebutuhan non muslim meskipun bentuk pekerjaanya bukan
yang haramkan.
Allah telah memuliakan seorang muslim
dengan menjadikanya menjadi muslim sejati, maka sangat tidak pantas apabila ia
merendahkan dirinya dihadapan orang non muslim dengan menjadi pelayannya.
2.
Carilah pekerjaan yang tidak
merendahkan martabat selaku muslim.
Mencari rizki dengan bekerja memang
perintah Allah, akan tetapi jangan sampai bekerja yang menyebabkan rendahnya
martabat sebagai muslim. Rasululllah Saw bersabda:
لَا يَنْبَغِيْ لِلْمُؤْمِنِ
أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ
“Tidak pantas bagi seorang Mukmin untuk menghinakan dirinya
sendiri. (HR at-Tirmidzi no.225)”
3.
Hindari pekerjaan yang mendukung
kekufuran dan kemaksiatan.
Berhati-hatilah ketika kita bekerja
untuk orang lain, jangan sampai akibat dari pekerjaan kita menimbulkan syiar
kekufuran atau kemaksiatan, karena membantu terjadinya kemaksiatan berarti juga
berbuat maksiat, lebih bahaya kalau membantu kekufuran bisa saja berakibat
kufur pula, Na’udzu Billah
4.
Hindari bekerja kepada non muslim
yang tidak tolerans dan tidak memberikan kebebasan dalam menjalankan ibadah.
Bila anda mendapati kerja dengan non
muslim yang tidak menghargai keyakinan anda sebagai muslim apalagi tidak
memberi kesempatan anda dalam menjalankan ibadah, maka sebaiknya anda tinggalkan
dan cari pekerjaan pada yang lain. Insyaa Allah akan dibukakan jalan yang lebih
baik bagi kita.
5.
Meskipun bekerja kepada non
muslim, harus tetap menjaga akidahnya sendiri dan tidak condong pada akidah
mereka.
6.
Tetaplah berdo’a dan berusaha
mendapat pekerjaan lain yang lebih aman
dari fitnah.
Referensi:
-
Sunan Ibnu Majah
no. 2446
-
Muhyiddin An
Nawawi, Majmu’ Syrh Muhadzab, 5/7 dan 9/359
-
Ibnu Qudamah, Al
Mughni, 7/495
-
Al Mawardi, Al
Hawi al Kabir, 14/340
-
Sulaiman bin
Umar, Hasyiah al Jamal, 3/456
-
Ibnu Hajar,
Fatawa Al Kubra, 3/147
-
Al Ramly,
Nihayat al Muhtaj, 5/274
-
Is’adur Rafiq,
2/127
-
Sulaiman bin
Muhammad, Bujairomi ‘Ala Syarh al Minhaj, 2/176
قال
الشافعي رحمه الله تعالى: " وَأَكْرَهُ أَنْ يُكْرِيَ نَفْسَهُ مِنْ نَصْرَانِيٍّ
وَلَا أَفْسَخُهُ ".
قَالَ
الْمَاوَرْدِيُّ: إِذَا آجَرَ الْمُسْلِمُ نَفْسَهُ مِنْ نَصَرَانِيٍّ بِعَمَلٍ يَعْمَلُهُ
لَهُ، فَهُوَ عَلَى ضَرْبَيْنِ:
أَحَدُهُمَا:
أَنْ تَكُونَ الْإِجَارَةُ مَعْقُودَةً فِي ذِمَّتِهِ عَلَى عَمَلٍ مَوْصُوفٍ فِيهَا،
فَالْإِجَارَةُ جَائِزَةٌ، وَحُصُولُ الْعَمَلِ فِي ذِمَّتِهِ كَحُصُولِ الْأَثْمَانِ
وَالْقُرُوضِ فِيهَا.
وَالضَّرْبُ
الثَّانِي: أَنْ تَكُونَ الْإِجَارَةُ مَعْقُودَةً عَلَى عَيْنِهِ، فَقَدْ خَرَّجَهُ
أَصْحَابُنَا عَلَى قَوْلَيْنِ، كَبَيْعِ الْعَبْدِ الْمُسْلِمِ عَلَى
نَصْرَانِيٍّ:
أَحَدُهُمَا:
إِنَّ الْإِجَارَةَ بَاطِلَةٌ إِذَا قِيلَ: إِنَّ الْبَيْعَ بَاطِلٌ.
وَالْقَوْلُ
الثَّانِي: إِنَّ الْإِجَارَةَ جَائِزَةٌ إِذَا قِيلَ: إِنَّ الْبَيْعَ جَائِزٌ.
وَالصَّحِيحُ
- عِنْدِي أَنْ يعتبر حال الإجازة، فَإِنْ كَانَتْ مَعْقُودَةً عَلَى عَمَلٍ
يَعْمَلُهُ الْأَجِيرُ فِي يَدِ نَفْسِهِ لَا فِي يَدِ مُسْتَأْجِرِهِ،
وَيَتَصَرَّفُ فِيهِ عَلَى مُوجَبِ عَقْدِهِ لَا عَلَى رأي مستأجره كالخياطة
والنساجة والصياغة، صحت الإجازة، وَإِنْ كَانَتْ مَعْقُودَةً عَلَى تَصَرُّفِ
الْأَجِيرِ فِي يَدِ الْمُسْتَأْجِرِ عَنْ أَمْرِهِ كَالْخِدْمَةِ لَمْ يَجُزْ؛
لِأَنَّهُ فِي هَذَا مُسْتَذَلٌّ وَفِي الْأَوَّلِ مُصَانٌ.
وأما خدمة المسلم للكافر فحرام
مطلقا سواء بعقد وبغير عقد كما صرحوا بها في باب الجزية إهـ
أما إذا استأجر الكافر مسلما
إجارة عين هل يحرم على المسلم اتمام الإجارة بنفسه (فأجاب) بقوله لا يحرم على المسلم
اتمام الإجارة بنفسه بل يأمره له نعم إن كانت الإجارة فيما يمتهن به كالأعمال
الدنيئة الغير اللائقة له اشتدت الكراهة بل قيل بالحرمة حينئذ.
(فصل) واختلفوا في الكافر إذا
استأجر مسلما إجارة معينة فمنهم من قال فيه قولان لأنه عقد يتضمن حبس المسلم فصار
كبيع العبد المسلم منه منهم من قال يصح قولا واحدا لأن عليا كرم الله وجهه كان
يستقي الماء لامرأة يهودية كل دلو بتمر ( الشرح) ولفظه جعت مرة جوعا شديدا وخرجت
لطلب العمل في عوالي المدينة فإذا أنا بامرأة قد جمعت مدرا فظننتها تريد بله،
فقطعتها كل ذنوب على تمرة فمددت ستة عشر ذنوبا حتى مجلت يداي ثم أتيتها فقعدت لي
ست عشرة تمرة فأتيت النبي صلى الله عليه وسلم فأخبرت فأكل معي منها – الى أن قال –
وأن تأجير النفس لا يعد دناءة وإن كان المستأجر غير شريف او كافرا والأجير من أشرف
الناس وعظمائهم إهـ
( فَرْعٌ )
لاَ يَصِحُّ اسْتِئْجَارُ ذِمِّيٍّ مُسْلِمًا لِبِنَاءِ
كَنِيسَةٍ لِحُرْمَةِ بِنَائِهَا وَإِنْ أَقَرَّ عَلَيْهِ وَمَا فِي الزَّرْكَشِيّ
مِمَّا يُخَالِفُ ذَلِكَ مَمْنُوعٌ أَوْ مَحْمُولٌ عَلَى كَنِيسَةٍ لِنُزُولِ
الْمَارَّةِ اه
ومنها (الإعانة على
المعصية) على معصبة على معاصي الله بقول او فعل او غيره ثم ان كانت المعصية كانت الإعانة عليها كذلك كما في الزواجر.
فَصْلٌ : وَلَوْ
أَجَّرَ مُسْلِمٌ نَفْسَهُ لِذِمِّيِّ ، لِعَمَلٍ فِي ذِمَّتِهِ ، صَحَّ ؛ { لِأَنَّ عَلِيًّا ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَجَرَ نَفْسَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ ، يَسْتَقِي لَهُ كُلَّ دَلْوٍ بِتَمْرَةٍ ، وَأَتَى بِذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكَلَهُ} وَفَعَلَ ذَلِكَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ ، وَأَتَى بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُنْكِرْهُ .وَلِأَنَّهُ لَا صَغَارَ عَلَيْهِ فِي ذَلِكَ .وَإِنْ
اسْتَأْجَرَهُ فِي مُدَّةٍ ، كَيَوْمٍ ، أَوْ شَهْرٍ فَفِيهِ وَجْهَانِ ؛ أَحَدُهُمَا ، لَا
يَصِحُّ ؛ لِأَنَّ فِيهِ اسْتِيلَاءً عَلَيْهِ ، وَصَغَارًا ، أَشْبَهَ الشِّرَاءَ .وَالثَّانِي ، يَصِحُّ .وَهُوَ أَوْلَى ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ عَمَلٌ فِي مُقَابَلَةِ عِوَضٍ ، أَشْبَهَ
الْعَمَلَ فِي ذِمَّتِهِ ، وَلَا يُشْبِهُ الْمِلْكَ ؛ لِأَنَّ الْمِلْكَ يَقْتَضِي
سُلْطَانًا ، وَاسْتِدَامَةً ، وَتَصَرُّفًا بِأَنْوَاعِ التَّصَرُّفَاتِ فِي رَقَبَتِهِ ، بِخِلَافِ الْإِجَارَةِ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar