MENGGELENG-GELENGKAN
KEPALA SAAT DZIKIR.
Ternyata
Sesuai Tuntunan Nabi Saw.
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
ustadz….
Saya
ada pertanyaan tentang dzikir.
Begini
ustadz, umumnya orang islam kalau berdzikir itu sambil bergerak-gerak tubuhnya,
khususnya kepala bergerak ke kanan dan kekiri. Trus saya pernah membaca dan
mendengar dari seorang penceramah, tapai saya lupa namanya, yang intinya
berdzikir dengan cara seperti itu tidak benar. Pertanyaan saya: apakah dzikir
dengan menggelengkan kepala seperti itu memang ada tuntunannya dari Nabi? Mana
yang lebih utama, berdzikir dengan diam atau sambil bergerak-gerak? Mohon
penjelasanya, terima kasih sebelumnya.
Wassalamu’alaikum….afandi
di Jogja.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Sahabat
Afandi yang semoga dirahmati Allah….kami akan berusaha menjawab pertanyaan
saudara secara sederhana namun ilmiah.
Pertanyaan
pertama: Adakah tuntunannya menggeleng-gelengkan kepala saat dzikir?
Tentu
ada tuntunan dan dasarnya. Bahkan kebanyakan apa yang dipraktekkan dan
diajarkan oleh para ulama/kyai termasuk cara berdzikir dengan menggerak-gerakan
kepala, memiliki sandaran dan dasar yang jelas, baik dalil-dalil umum maupun
khusus. Karena ilmu yang mereka miliki diperoleh melalui talaqqy (proses
bertemu langsung dengan guru) dan bersanad yang insyaa Allah bersambung sampai
Nabi Saw.
Berdzikir
sambil menggerakkan kepala tidaklah bertentangan dengan Alquran maupun hadits
Nabi. Secara umum, dalil berdzikir dengan cara seperti itu disandarkan pada beberapa
dalil:
1. QS.
Ali Imran 191:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى
جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١)
(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (Ali Imran 191)
Juga firman
Allah dalam QS. An Nisa’ 103:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا
وَعَلَى جُنُوبِكُمْ (النساء: 103)
Maka
jika kalian telah selesai menjalankan shalat maka berdzikirlah kepada Allah
baik dengan berdiri, duduk atau berbaring. (An Nisa’ 103)
Kedua
ayat di atas mengandung petunjuk bahwasannya berdzikir kepada Allah swt sangat
dianjurkan dalam berbagai kesempatan dan kondisi. Tidak hanya ketika khusyu’
berdiam diri (tuma’ninah) tetapi juga ketika beraktifitas, baik berdiri maupun
duduk (qiyaman wa qu’udan) bahkan juga ketika berbaring (wa a’la junubihim).
Apalagi hanya sekedar menggeleng-gelengkan kepala, selagi hal itu memiliki pengaruh
yang positif maka hukumnya boleh-boleh saja dan tetap mendapat pahala yang
sesuai amalnya. Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengambil kesimpulan dari QS. Ali
Imaran 191 bahwasanya setiap orang yang
berdzikir kepada Allah dalam segala keadaanya akan tetap mendapat balasan dan
pahala, insyaa Allah. (lihat Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/311)
2. Hadits
Nabi Saw diriwayatkan oleh imam Muslim dan At Turmudzi:
Artinya: Dari
Aisyah Ra. berkata bahwa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa
berdzikir dalam setiap keadaanya. (HR. Muslim).
Hadits
tersebut menunjukan bahwa dzikir yang dilakukan oleh Nabi Saw dalam segala
keadaan yang melingkupi beliau, termasuk dalam diam dan bergeraknya. Bahkan
Rasulullah Saw tidak mengingkari ketika shahabat-shahabat beliau dari Habasyah
yang menari-nari dan bergerak-gerak di masjid
sambil berucap berkali-kali “Muhammad orang Shaleh”. Nabi Saw saat itu
melihatnya dan membiarkanya (lihat Fathl Bari 1/549). Kalau yang demikian saja
oleh Nabi Saw mengizinkanya bagaimana dengan berdzikir sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya, tentu ini akan sangat dibolehkan.
Abu Na’im
dalam kitab al Hilyah meriwayatkan dari Fudhail bin ‘Iyad:
bahwasanya
para shahabat Nabi ketika berdzikir kepada Allah mereka dengan bergoyang ke
kanan dan ke kiri seperti goyangan pohon yang tertiup angin kencang ke depan
lalu ke belakang (lihat dalam Tartib al Idari 2/141)
3. Sebagian
Shahabat berdzikir dengan bergerak-gerak.
Ibnu ‘Asakir dalam Hayat al
Shahabah (1/49) dan Ibnu Katsir dalam Bidayah wa Nihayah (8/6) menceritakan
bahwasanya Sayyidina’ Ali karramallahu wajhah mensifati para shahabat Nabi Saw:
"Adalah mereka (para sahabat) apabila berdzikir kepada Allah
bergoyang-goyang seperti bergoyangnya kayu ketika datangnya angin kencang, dan
mengalir airmatanya pada pakaiannya’."
Mengenai perkataan Sayyidina
Ali, Syaikh Abdul Qadir ‘Isya dalam Qawa’idul Ahkam (2/189) dan Abdul Ghani An
Nabilisi dalam Haqaiq al Tasawwuf (189) menyatakan bahwa perkataan ini merupakan
perkataan yang jelas, sesungguhnya sahabat-sahabat (semoga Allah meridhai
mereka) bergoyang-goyang ketika berdzikir dengan gerakan yang keras ke kanan
dan ke kiri. Sesungguhnya berdzikir seperti itu menyerupai bergeraknya kayu
pada waktu datangnya angin kencang.
4. Pendapat
para Ulama.
Imam Al
Khalili dalam Fatawa al Khalili (36) ketika ditanya tentang hukum
bergerak-gerak saat dzikir dan membaca beliau menjawabnya sebagai berikut:
Artinya: Sesungguhnya
bergerak saat dzikir dan membaca (al Qur’an) bukanlah hal yang diharamkan atau
dimakruhkan bahkan ia dianjurkan dalam beberapa keadaan orang yang berdzikir
baik saat berdiri, duduk, tidur terlentang, bergerak, diam, dalam perjalanan,
saat dirumah, saat kaya maupun fakir.
Penjelasan
yang sama juga terdapat dalam kitab Al Bariqah Al Mahmudiyah (6/61).
Dari
dalil-dalil diatas sudah jelas, bahwa berdzikir dengan menggerakkan kepala
telah banyak dipraktekkan para shahabat, bahkan Nabi Saw sendiri sangat mungkin
juga pernah melakukanya. Kalau praktek semacam itu tidak benar, tentu Nabi akan
melarangnya, setidaknya shahabat beliau akan menegur praktek yang demikian.
Dengan
melihat realitas dimana tidak ditemukannya dalil yang melarang dzikir dengan
menggerakkan kepala, yang ada justeru membolehkannya bahkan menganjurkanya.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berdzikir sambil menggerak-gerakan kepala
ke kanan dan ke kiri adalah DIBOLEHKAN bahkan DIANJURKAN
Justeru
pertanyaanya dikembalikan, kalau ada orang yang menganggap cara dzikir sambil menggeleng-gelengkan kepala itu salah
dan dilarang karena tidak sesuai tuntunan, mana dalil yang melarang dzikir
dengan cara demikian?
Kalau
dikatakan itu bid'ah yang mengada ada, jelas itu tuduhan yang tidak berdasar,
karena buktinya para shahabat justeru banyak yang berdzikir dengan cara
demikian.
Pertanyaan
kedua:
Mana
yang lebih utama berdzikir secara diam atau sambil menggerakkan kepala?
Bila
ditanya mana yang lebih utama, maka itu sangat tergantung dengan kondisi orang
yang berdzikir.
Hal
yang sangat prinsipil dalam berdzikir adalah khudurul qalb (kesertaan hati
dalam dzikir). Karena memang
orientasi
dzikir adalah pada penataan hati atau qalb. Qalb memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia karena baik dan buruknya aktivitas manusia sangat bergantung
kepada kondisi qalb.
Karenanya
Alloh mengingatkan orang yang beriman untuk selalu khusyu' dan menyertakan hati
untuk dzikir kepadaNya. QS. Al Hadid 16
{ أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ
لِذِكْرِ اللَّهِ} [الحديد: 16]
Belum
tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyu’ mengingat
Allah.
Selain
menyertakan hati dalam dzikir, orang yang berdzikir hendaknya juga disertai merendahkan diri dihadapan
Allah dan diliputi rasa takut dan dengan suara yang tidak melewati batas. QS.
Al A'raf 205:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ
الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ
الْغَافِلِينَ (الاعراف 205)
Dan
sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al A’raf 205)
Dalam
mengupayakan khudurul qalb dan khusyu' (konsentrasi) tentu tiap orang beda beda
tipenya. Ada yang lebih bisa khusyu' dengan cara diam dan tenang, maka baginya
yang utama adalah dzikir dengan diam dan tanpa banyak bergerak. Ada juga tipe
orang yang lebih khusyu' dengan bergerak-gerak maka baginya yang utama adalah
dengan bergerak-gerak. Demikian perincian yang dijelaskan oleh ulama (Lihat
Fatawa Khalili ‘Ala Madzhabi Syafi’i hlm 36).
Selain
itu dengan bergerak juga bisa menambah himmah (semangat) berdzikir, bisa juga
menghilangkan kejenuhan atau pikiran ngelantur. Bahkan menurut sebagian para
ulama sufiyah menganggap bahwa menggerakan kepala ke kanan dan ke kiri saat
berdzikir kalimah tauhid (laa ilaaha illalloh) memiliki makna mendalam. Kalimah
لااله الا الله terdiri dari dua hal; unkapan nafi pada lafadz لااله dan
ungkapan itsbat pada lafadz الا
الله. Kalimah nafiy itu menyimbolkan segala bentuk keburukan dan
perilaku negatif, sedang kalimah itsbat itu sebagai simbol segala kebaikan dan
perilaku positif. Karenanya ketika berdzikir لااله
الا الله dengan menggelengkan kepala seakan-akan dimaknai "membuang
segala keburukan diri, dan mendatangkan serta menanamkan segala sifat kebaikan
dalam hati".
KESIMPULAN:
1. Kita
diperintahkan Allah untuk memperbanyak dzikir dalam segala keadaan baik diam
maupun gerak, berdiri, duduk dan berbaring sekalipun.
2. Berdzikir
sambil menggerakan kepala ke kanan dan ke kiri baik disengaja maupun sepontan
DIPERBOLEHKAN bahkan menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh Nabi dan para
Shahabatnya ketika berdzikir.
3. Hal
yang paling mendasar dalam menempuh cara berdzikir adalah kekhusyu’an hati,
merendahkan diri dihadapan Allah, disertai rasa takut dan dengan suara yang
tidak berlebih-lebihan.
4. Bagi
orang yang lebih khusyu’ dengan diam, maka baginya lebih utama dzikir dengan
keadaan diam dan tenang. Sementara bagi yang lebih bisa khusyu’ dengan
bergerak, maka yang utama baginya berdzikir dengan cara bergerak-gerak yang
teratur seperti ke kanan dan ke kiri atau sesuai dengan petunjuk guru (mursyid)
yang mengajarinya.
Demikian semoga bermanfaat …
Wallahu A’lam
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
Fanspage : www.facebook.com/portalmuslimberiman
Semoga artikel ini bermanfaat
BalasHapusMaaf tapi hadits2 yg dipaparkan diatas tidak saya jumpai dalam kitab hadits 9 Imam,rasanya seperti kurang meyakinkan
BalasHapusHadits Nabi Muhammad Shollalloh 'alaihi wa sallam tidak hanya yang tertulis dalam 9 kitab hadits induk. Banyak pula hadits yang tertulis di luar kitab tersebut.. Perlu diketahui bahwa hadits nabi sangat banyak yang mana tidak mungkin kalau semua hadits itu hanya yang tertulis di kutub tis'ah... Silahkan cek di ulumul hadits
Hapus